Merencanakan bisnis di tengah pandemi memang tak mudah. Jika salah mengambil keputusan, modallah yang menjadi taruhan. Salah satu jenis usaha yang bisa bertahan di tengah hiruk pikuk persebaran virus SARS-CoV-2 adalah bisnis air minum isi ulang.
—
TAHUN 2013 merupakan titik terendah bagi Abdul Rahim. Tahun itu, dia terpaksa berhenti menjadi sopir taksi konvensional karena taksi online mulai menjamur. Pria 60 tahun itu pun memutuskan untuk terjun ke bisnis air minum isi ulang.
Keputusan tersebut disyukuri hingga saat ini. Dan yang paling penting, usaha itu berhasil menang melawan dampak pandemi. ’’Mau pandemi atau tidak, penjualan saya tidak menurun,’’ ucapnya.
Dia mengatakan, operasional usaha itu pun tak terlalu rumit. Dia hanya perlu memperhatikan seberapa banyak yang sudah terjual. Sebelum habis, dia harus memesan dari pemasok air bersih.
Biasanya dia mengisi ulang dua tandon air dengan truk tangki berkapasitas 7 ribu liter. Rentang waktunya 2–3 hari sekali. ’’Kuncinya, jangan sampai terlambat. Pengiriman air kan juga ngantre. Kalau bisa, pesan dua hari sebelumnya. Kalau sering habis, pelanggan kita nanti lari,’’ ujarnya. Selain itu, dia harus memperhatikan kualitas air dan kebersihan alat pengolah.
Setiap hari dia mengaku bisa mengisi hingga 120 galon. Pelanggannya adalah rumah tangga dan warung di wilayah Nyamplungan, Surabaya. Kebetulan, kiosnya dekat dengan kawasan wisata religi Sunan Ampel.
Beban biayanya pun diakui tak membuat resah. Selain rumah yang dikontrak senilai Rp 30 juta per tahun, dia hanya perlu membayar listrik maksimal Rp 230 ribu per bulan. Padahal, lantai 2 rumah yang dikontrak itu juga ditinggali secara pribadi. ’’Setelah dihabiskan untuk semua pengeluaran, saya masih mengantongi Rp 5 juta sebulan,’’ paparnya.
Dari keuntungannya, dia mengaku sudah berangkat umrah dua kali. Abdul juga sudah mendaftar haji. Namun, antreannya memang masih panjang.
Abdul juga menyebutkan, kunci bertahan bisnis air minum isi ulang adalah pemilihan lokasi. Dia sudah membuktikannya. ’’Enam bulan pertama saya buka di lokasi lain. Waktu itu, satu minggu cuma ngisi enam galon,’’ ucapnya.
Lokasi usaha itu memang tak bisa sembarangan. Syaratnya bukan soal luas bangunan, melainkan jumlah penduduk dan akses jalan. Makin padat lebih baik. Tempatnya juga harus berada di jalan yang bisa dilalui truk tangki tanpa mengganggu arus lalu lintas.
Jika berlokasi di gang sempit, truk hanya bisa masuk saat malam atau waktu tertentu. Hal tersebut membuat risiko kehabisan makin tinggi.
Pemilik CV Asia Dampal Mansour Arif menambahkan, bisnis air minum isi ulang memang tumbuh selama pandemi. Tahun lalu pemasok alat pengolah air itu mencatat pertumbuhan penjualan sebanyak 30 persen. Hal tersebut terutama terjadi di luar Pulau Jawa. ’’Hal ini terjadi karena air minum merupakan kebutuhan dasar yang tak akan menurun meski ada pandemi. Apalagi, modalnya memang tak terlalu besar,’’ katanya.
Calon pelaku usaha bisa membeli paket bisnis pengolahan dari Rp 15 juta. Harga tersebut berlaku untuk konsumen luar pulau yang menggunakan air sumur sendiri. Sementara itu, konsumen kota besar seperti Surabaya yang menggunakan pasokan mata air dengan truk minimal harus menanamkan modal Rp 20 juta.
Baca Juga: Samuel Hartono, Pemilik Showroom Disidang karena Jual Mobil tanpa BPKB
Soal keuntungan, dia mengatakan hal tersebut memang bergantung lokasi. Dia menyarankan mendirikan bisnis yang dekat dengan kampung padat penduduk. Dengan begitu, perputaran modal bisa lebih cepat.
’’Pak Abdul itu 2–3 hari sekali isi karena tidak pakai jasa mengantar galon. Kalau pakai jasa pengiriman, mungkin bisa sehari sekali. Keuntungannya bisa lebih dari Rp 10 juta setiap bulan,’’ tuturnya.