JawaPos.com – Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memangkas hukuman terdakwa Djoko Sugiarto Tjandra menjadi 3 tahun 6 bulan. Hal ini pun mendapat sorotan. Putusan itu pun menuai kritik dan sorotan dari kalangan parlemen.
Salah satunya Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera mempertanyakan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tersebut. Dia menyebut itu sebagai ‘daegelan hukum’
“Dagelan hukum kembali terjadi di depan publik. Ini mencederai keadilan masyarakat dan bukan tidak mungkin dapat menghilangkan efek jera bagi pelaku korupsi, keprihatinan kita bersama,” ujar Mardani kepada wartawan, Jumat (30/7).
Sebab, dengan pengurangan vonis Djoko Tjandra tersebut bisa menimbulkan anggapan mengenai matinya gerakan antikorupsi. Karena pelaku koruptor dengan mudahnya bisa mendapatkan penguragan hukum.
“Fenomena ini menimbulkan anggapan matinya gerakan antikorupsi. Selain KPK yang sedang mengendur, aspek implementasi semangat antikorupsi dalam hal hukuman juga kian mundur,” katanya.
Kasus Djoko Tjandra merupakan masalah extraordinary. Sehingga banyak yang berharap sejumlah penjahat dan koruptor lain yang kabur dari Indonesia termasuk yang buron di dalam negeri harus dikejar dan diungkap.
“Namun ending dari kasus Djoko Tjandra secara tidak langsung menjadi potret amburadulnya hukum di negeri kita,” ungkapnya.
Menurut Mardani, jika pengurangan vonis tersebut terus berulang, maka sistem penegakan hukum do Indonesia bisa rusak.
“Begitu juga dengan wibawa aparat penegak hukum sampai tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga penegak hukum yang jadi luntur. Pentingnya sensitivitas keadilan bagi masyarakat,” tuturnya.
Jangan sampai kasus Djoko Tjandra ini menunjukkan amburadulnya penataan negara dari level rendah sampai level tertinggi. Korupsi merupakan kejahatan luar biasa, bisa dibilang masuk kategori pelanggaran hak asasi manusia.
“Sulit diterima jika para pengadil memberikan hukuman ringan kepada pelakunya, apalagi kasus ini melibatkan penegak hukum. Tidak ada negara yang maju tapi tidak tegas dan jelas penegakan hukumnya,” ungkapnya.
Sebelumnya, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memberikan diskon hukuman tiga tahun enam bulan penjara terhadap terdakwa Djoko Sugiarto Tjandra. Vonis tersebut lebih rendah dari putusan tingkat pertama Djoko 4,5 tahun penjara.
Diketahui, Djoko Tjandra telah mengajukan banding atas putusan ditingkat pertama. Ia dijerat dalam perkara suap untuk mengurus Fatwa Mahkamah Agung (MA) terkait statusnya dalam kasus cassie bank Bali dan kasus suap penghapusan red notice dan penghapusan DPO.
“Menjatuhkan pidana oleh karenanya terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan dan pidana denda sebesar Rp 100 juta,” dikutip dari situs Mahkamah Agung (MA), Rabu (28/7).
Lebih lanjut, bila denda Rp 100 juta tidak dibayar oleh terdakwa Djoko, maka akan digantikan hukuman penjara selama enam bulan.
Dalam putusan banding itu, dipimpin oleh majelis hakim Muhammad Yusuf dan Hakim Anggota Singgih Budi Prakoso, Haryono, Rusydi, dan Renny Halida Ilham Malik.