JawaPos.com – Penduduk Malaysia berang. Itu karena semua pembatasan yang disusun dan diberlakukan selama periode status darurat negara tiba-tiba dicabut. Di sisi lain, kasus penularan dan kematian akibat Covid-19 tidak menunjukkan tanda-tanda turun.

”Ini amat mengecewakan rakyat. Rakyat Malaysia menderita, terkurung, tapi jumlah penularan Covid-19 meningkat meski mereka disuruh mematuhi perintah kontrol pergerakan,” kata legislator Partai Aksi Demokrasi Tony Pua.

Saat ini, kasus penularan dan kematian akibat Covid-19 di negeri jiran sedang tinggi-tingginya. Ada lebih dari 1 juta kasus dan 8 ribu kematian yang disebabkan pandemi. Per hari ada 14 ribu kasus baru dan Selasa (27/7) tercatat ada 207 kematian akibat Covid-19. Para pakar menilai jumlah riil di lapangan jauh lebih tinggi. Sebab, angka testing Covid-19 di Malaysia masih rendah.

Keputusan pencabutan pembatasan darurat pun dipertanyakan. Terlebih, tidak ada pengumuman ke masyarakat maupun kelompok oposisi. Pemerintah terkesan melakukannya diam-diam. ”Kenapa kami tidak diberi tahu? Itu keputusan siapa?” ujar Wakil Ketua Partai Aksi Demokrasi Gobind Singh Deo, seperti dikutip BBC.

Menteri di Jabatan Perdana Bagian Parlemen dan Undang-Undang Takiyuddin bin Hassan menuturkan, aturan darurat itu dicabut pada 21 Juli setelah rapat kabinet di tanggal yang sama. Itu sekitar 10 hari sebelum status darurat negara yang diterapkan di Malaysia berakhir. Pemerintah Malaysia juga tidak akan memperpanjang status darurat negara itu ketika berakhir 1 Agustus nanti.

Aturan yang dicabut termasuk pemberian denda maksimal dan ancaman hukuman penjara jika ada warga yang melanggar aturan pergerakan. Tanpa ada pengumuman resmi, para pengacara kini bingung menyelesaikan kasus klien-kliennya. Sebab, ketika aturan itu dicabut, petugas tetap menerapkan denda.

Direktur Komunikasi Partai Keadilan Rakyat Fahmi Fadzil mengungkapkan, pada 21–25 Juli ada lebih dari 2.200 denda yang dikeluarkan. Mereka dianggap melanggar UU Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular. Mayoritas dendanya di atas MYR 1.000 (Rp 3,4 juta).

Tingginya kasus membuat rumah sakit kewalahan. Beberapa foto di media sosial menunjukkan pasien yang duduk dan berbagi tabung oksigen. RS juga terpaksa menolak pasien karena tidak ada lagi tempat. Di sisi lain, petugas pemakaman keteteran karena banyaknya permintaan pemakaman pasien Covid-19 yang meninggal di rumah.

Sementara itu, demonstrasi massa di Sydney, New South Wales (NSW), dan sekitarnya yang menuntut agar lockdown dicabut sepertinya tak bisa terealisasi. Alih-alih, pemerintah mengumumkan bahwa kuntara di ibu kota Australia itu diperpanjang empat pekan lagi.

Seharusnya lockdown di Sydney berakhir Jumat (30/7). Namun, angka kasus tak kunjung turun. Rabu (28/7) angka penularan harian di NSW tercatat 177 kasus. Itu adalah penularan harian tertinggi di negara bagian tersebut sejak Maret 2020. Pergerakan penduduk juga bakal dibatasi. Maksimal radius 10 km dari tempat tinggal bagi mereka yang ingin membeli keperluan penting. Misalnya, obat dan kebutuhan rumah tangga.

”Tidak mungkin bagi Sydney untuk keluar dari lockdown sesuai rencana,” ucap Perdana Menteri NSW Gladys Berejiklian.

Di Negara Bagian Victoria dan Australia Selatan, lockdown justru dicabut. Pasalnya, kasus di dua wilayah itu sudah terkendali. Saat ini pemerintah Australia berusaha menggenjot angka vaksinasi. PM Australia Scott Morrison optimistis tidak ada lockdown di momen Natal nanti. ”Lockdown menjadi sesuatu di masa lalu ketika Anda berada di level itu (angka vaksinasi tinggi, Red),” tuturnya kepada The West Australian.

Di sisi lain, ledakan kasus Covid-19 di India tak hanya menyisakan duka, tapi juga tagihan yang menyiksa. Biaya rawat inap dan obat-obatan pasien Covid-19 sangat mahal. Beberapa hanya ditanggung sebagian oleh asuransi. Akhirnya, kini banyak warga yang meminta bantuan di situs-situs penggalangan dana. Ketto salah satunya.

”Dalam banyak kasus, penggalangan dana menjadi jaring pengaman alternatif untuk mengisi kesenjangan dalam sistem perawatan kesehatan,” tulis Ravina Banze dan Irfan Bashir dalam buku mereka, Crowdfunding: The Story of People.

By admin