JawaPos.com – Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto tidak lama lagi memasuki masa pensiun. Pembahasan siapa suksesor terus menggelinding. Ada banyak potensi siapa jenderal bintang empat pengganti pucuk pimpinan di TNI tersebut.
Terlepas dari siapa figurnya dan dari mana pula matranya, Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Feri Amsari mengingatkan bahwa panglima TNI mendatang seharusnya bukan hasil dari lobi politik. Panglima TNI ke depan harus dipilih berdasarkan profesionalitas, kepemimpinan, integritas, dan loyalitas terhadap Presiden.
Jangan sampai Panglima TNI mendatang memiliki dualisme loyalitas. Yakni kepada presiden dan parpol atau broker pelobinya. “Panglima TNI hanya loyal kepada Presiden. Lebih tepatnya, Panglima TNI harus loyal kepada negara, bangsa dan konstitusi,” ujar Feri Amsari kepada wartawan, Kamis (29/7).
Dosen Fakultas Hukum Universitas Andalas (Unand), Padang, itu menegaskan, Panglima TNI harus seorang figur yang apolitis, tidak boleh berkaitan dengan kepentingan politik kubu mana pun. Sehingga, Panglima TNI yang dipilih tidak ikut politik praktis dan patuh pada konstitusi serta HAM.
Pegiat Hak Asasi Manusia (HAM) Ahmad Fanani Rosyidi menambahkan,
pergantian Panglima TNI harus mempertimbangkan keseimbangan antarmatra sesuai yang berlaku dalam UU TNI Nomor 34 tahun 2004. Jika melenceng dari UU tersebut, akan merusak tatanan atau kultur yang sudah ada di organisasi TNI. Apalagi jika dalam pergantian Panglima TNI mempertimbangkan alasan politik atau kekuasaan semata.
“Jika hal itu yang terjadi maka akan merusak profesionalitas dan keseimbangan di tubuh TNI,” tandasnya.
Mantan peneliti bidang HAM Setara Institute itu menegaskan, Pasal 14 ayat 4 UU TNI menjelaskan bahwa Panglima TNI dapat dijabat secara bergantian oleh perwira tinggi aktif dari tiap-tiap angkatan yang sedang atau pernah menjabat kepala staf angkatan.
Selain itu, merujuk prinsip yang diatur pada Pasal 4 ayat 2 UU TNI bahwa tiap-tiap angkatan mempunyai kedudukan yang sama dan sederajat.
“Tapi pergantian Panglima TNI merupakan hak prerogatif Presiden dan juga produk politik di forum DPR. Namun demikian pergantian Panglima TNI harus proporsional dan taat konsitusi sesuai UU TNI Nomor 34 tahun 2004, khususnya pada pasal 4 ayat 2 menyangkut prinsip kedudukan tiap tiap angkatan yang sama dan sederajat agar tidak ada dominasi,” tandasnya.
Terkait upaya dan antisipasi agar Panglima TNI ke depan tidak dimanfaatkan untuk agenda 2024, mantan peneliti bidang HAM di ELSAM itu meminta agar Presiden Jokowi untuk segera menyodorkan nama calon Panglima TNI ke DPR sesuai dengan waktunya. Sehingga DPR bisa menentukan dan mengusulkan siapa yang bisa menjadi Panglima TNI untuk menggantikan Marsekal Hadi Tjahjanto.
“Walaupun penentuan Panglima TNI hak prerogatif Presiden tapi harus sesuai konstitusi sehingga tidak ada dominasi matra untuk menjadi Panglima TNI,” jelasnya.
Fanani menuturkan, saat ini Presiden Jokowi diuji untuk memilih siapa yang bakal menjadi Panglima TNI. Pilihan Jokowi harus menghindari polemik. Bila yang dipilihnya keluar dari konstitusi, maka akan menimbulkan polemik yang berkepanjangan.
Baca juga: Panglima TNI Itu Tentara Terlatih dan Terdidik
Untuk itu, Jokowi mesti dipastikan taat pada UU dan kultur TNI dalam menentukan Panglima TNI. “Kalau sesuai urut kacang maka giliran dari AL. Tapi kalau dari AD akan menimbulkan polemik,” jelasnya.
Adapun saat ini terdapat dua nama yang memiliki bintang empat dan disebut-sebut sebagai suksesor Hadi Tjahjanto. Mereka adalah KSAL Laksamana Yudo Margono dan KSAD Jenderal Andika Perkasa.