JawaPos.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengapresiasi putusan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menolak permohonan praperadilan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan pada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Angin Prayitno Aji dalam kasus dugaan suap pemeriksaan pajak. KPK akan melanjutkan proses penyidikan perkara yang menjerat Angin Prayitno Aji.
“KPK mengapresiasi putusan hakim yang menolak seluruh permohonan praperadilan yang diajukan tersangka APA dimaksud,” kata pelaksana tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (28/7).
Juru bicara KPK bidang penindakan ini menuturkan, proses penyidikan perkara dugaan suap pengurusan pajak akan terus dilakukan dengan melengkapi bukti-bukti. Hal ini dilakukan keterangan saksi-saksi maupun alat bukti lainnya.
“Proses penyidikan perkara ini akan terus dilakukan dengan melengkapi bukti, baik keterangan saksi-saksi maupun alat buktinya,” ujar Ali.
Sebagaimana diketahui, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak permohonan praperadilan tersangka suap pajak Angin Prayitno Aji. Praperadilan itu dilayangkan, karena menganggap penetapan tersangka oleh KPK dinilai tidak sesuai KUHAP.
Hakim menyebutkan berdasarkan bukti-bukti yang telah diajukan, KPK telah melakukan pemanggilan kepada Angin selaku calon tersangka dan telah dimintai keterangan, serta dituangkan ke dalam bukti Berita Acara Permintaan Keterangan.
Seluruh rangkaian tindakan penyelidikan yang dilakukan telah dlaporkan kepada Pimpinan Termohon berdasarkan bukti Laporan Kejadian Tindak Pidana Korupsi.
“Selanjutnya Termohon melakukan penyidikan yang dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan dan juga melakukan serangkaian tindakan penyidikan dengan mengumpulkan bukti-bukti berjumlah lebih dari 2 alat bukti,” dikutip dari amar putusan.
Karena itu, Hakim PN Jakarta Selatan menegaskan, penetapan Angin sebagai tersangka oleh KPK telah memenuhi bukti permulaan, serta didukung oleh bukti-bukti lebih dari dua alat bukti yang sah.
“Bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, ternyata Termohon (KPK) telah berhasil mengumpulkan bukti-bukti minimal 2 alat bukti yaitu dari keterangan saksi, keterangan tersangka dan bukti surat,” sebagaimana amar putusan.
Dalam perkara rasuah tersebut, KPK telah menetapkan enam pihak sebagai tersangka. Mereka antara lain Direktur Pemeriksaan dan Penagihan pada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Angin Prayitno Aji; Kepala Subdirektorat Kerja Sama dan Dukungan Pemeriksaan pada Ditjen Pajak Kemenkeu, Dadan Ramdani; tiga konsultan pajak Ryan Ahmad Ronas, Aulia Imran Maghribi, dan Agus Susetyo; serta Kuasa Wajib Pajak, Veronika Lindawati.
KPK menduga Angin bersama Dadan menerima uang senilai total Rp 15 miliar dan SGD 3,5 juta terkait pemeriksaan pajak PT Gunung Madu Plantations, Bank Panin dan PT Jhonlin Baratama pada 2016 dan 2017.
Angin Prayitno Aji selaku Direktur Pemeriksaan dan Penagihan pada Direktorat Jenderal Pajak tahun 2016-2019 bersama-sama dengan Dadang Ramdani selaku Kepala Subdirektorat Kerjasama dan Dukungan Pemeriksaan pada Direktorat Jenderal Pajak, diduga menyetujui agar memerintahkan dan mengakomodir jumlah kewajiban pembayaran pajak yang disesuaikan dengan keinginan dari wajib pajak atau pihak yang mewakili wajib pajak.
Terlebih pemeriksaan perpajakan itu juga tidak berdasarkan ketentuan perpajakan yang berlaku. Angin bersama Dadan diduga melakukan pemeriksaan pajak terhadap tiga wajib pajak, yaitu Gunung Madu Plantations untuk tahun pajak 2016, PT Bank PAN Indonesia untuk tahun pajak 2016, dan PT Jhonlin Baratama untuk tahun pajak 2016 dan 2017.
Atas perbuatannya, Angin dan Dadan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Sedangkan Ryan, Aulia, Veronika, dan Agus disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.