JawaPos.com – Perokok aktif saat ini sudah menyasar kepada anak-anak. Selain iklan seram pada bungkus rokok, menaikkan cukai rokok, hingga menciptakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dilakukan untuk menurunkan jumlah perokok aktif. Sebab merokok bisa merusak kesehatan organ tubuh.
Dalam seminar daring Asia Harm Reduction Forum (AHRF 2021) tentang produk tembakau alternatif, Indonesia bisa meniru Jepang yang menjadi negara di Asia yang sukses menurunkan prevalensi perokoknya dalam beberapa tahun terakhir. Kesuksesan tersebut karena sikap terbuka Pemerintah Jepang dalam memanfaatkan penggunaan produk tembakau alternatif. Seperti produk tembakau yang dipanaskan, rokok elektrik, dan snus, yang menerapkan konsep pengurangan bahaya, sebagai menjadi solusi dalam mengurangi angka perokoknya.
Berdasarkan hasil survei Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Jepang, angka perokok pria turun di bawah 30 persen untuk pertama kalinya menjadi 28,8 persen pada 2019. Sementara angka perokok perempuan turut berkurang 0,7 poin menjadi 8,8 persen pada 2019.
Baca Juga: Butuh Waktu dan Bertahap, Berikut 3 Cara Ampuh Berhenti Merokok
Direktur Eksekutif Center for Youth and Population Research (CYPR) Dedek Prayudi atau yang akrab disapa Uki, menjelaskan Jepang sudah berhasil keluar dari pola pikir dogmatis. Dengan begitu, mereka selangkah lebih maju dalam mendukung penggunaan produk tembakau alternatif dan angka perokoknya menurun.
“Negara yang berhasil itu Jepang, ya. Yang pertama harus dilakukan adalah menghilangkan stigma dogmatis supaya pikirannya lebih terbuka, kemudian mereka melakukan penelitian yang luar biasa hebat terkait dengan produk tembakau alternatif,” ujar Uki baru-baru ini.
Hasil riset tersebut akhirnya dijadikan acuan bagi pemerintah untuk mendukung penggunaan produk tembakau alternatif. “Jadi seperti apa sih yang sebenarnya mengurangi dampak risiko dari merokok secara signifikan,” terang Uki.
Berbeda dengan Jepang sudah lebih terbuka, Indonesia dinilai masih terjebak dalam pola pikir dogmatis. Uki mencontohkan masih banyak pihak yang menganggap produk tembakau alternatif sama berbahayanya seperti rokok. Di sisi lain, ada juga perokok menganggap produk yang dikonsumsinya tidak memiliki bahaya serius terhadap kesehatan.
Profesor dari Universitas Ottawa, David Sweanor, yang menjadi narasumber dalam forum tersebut mengatakan Jepang telah melakukan pekerjaan yang fenomenal dalam menurunkan angka perokoknya. Jepang mengurangi prevalensi perokok dalam beberapa tahun terakhir.
“Ini adalah sesuatu yang melampaui pencapaian negara besar lainnya dalam waktu singkat,” kata Sweanor.
Dengan keberhasilan tersebut, Sweanor menilai Jepang layak menjadi contoh bagi negara-negara yang sampai saat ini kesulitan dalam menurunkan prevalensi perokok. “Ini kabar baik bagi negara-negara lain untuk mengadaptasi cara tersebut, atau bahkan mengalahkan Jepang dalam menurunkan jumlah perokok. Cara yang mereka lakukan sebenarnya tidak terlalu sulit,” ungkapnya.
Agar sukses seperti Jepang, Sweanor meneruskan negara-negara lain harus memperkuat penggunaan produk tembakau alternatif dengan regulasi yang tepat dan dibedakan dengan rokok, serta penyampaian informasi akurat bagi perokok dewasa. “Jadi ini kembali lagi kepada kerangka peraturan yang akomodatif bagi produk tembakau yang memiliki risiko lebih rendah daripada rokok, jika ingin melangkah lebih jauh lagi,” katanya.