JawaPos.com – Indonesia Corruption Watch (ICW) merasakan suasana de javu kala mendengar informasi terkait adanya dugaan komunikasi yang terjalin antara Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar dengan pihak berperkara Wali Kota Tanjungbalai nonakti, Muhammad Syahrial.
Sebab, kejadian ini serupa dengan yang dilakukan oleh Firli Bahuri beberapa tahun lalu dengan kepala daerah asal Nusa Tenggara Barat (NTB) Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang. Padahal KPK saat itu sedang menyelidiki dugaan korupsi kepemilikan saham PT Newmont yang melibatkan Pemerintah Provinsi NTB.
“Jika benar, ini mengartikan Lili telah berhasil meniru perilaku Firli,” kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Rabu (28/7).
Karena itu ICW, lanjut Kurnia, mendorong empat hal terkait dugaan komunikasi yang dilakukan Lili dengan Syahrial. Pertama, bagi Lili Pintauli sendiri, harus segera mengundurkan diri dari proses penanganan perkara tersebut. Sebab, nantinya segala putusan dari yang bersangkutan dikhawatirkan akan memiliki nuansa konflik kepentingan.
“Hal itu pun telah tegas diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf j Peraturan Dewan Pengawas Nomor 2 Tahun 2020, setiap insan KPK wajib mengundurkan diri dari penugasan apabila dalam pelaksanaan tugas patut diduga menimbulkan benturan kepentingan,” ujar Kurnia.
Kedua, kata Kurnia, KPK harus secepat mungkin menerbitkan surat perintah penyelidikan atas dugaan tindak pidana suap terhadap Lili. Hal ini penting untuk menelusuri, apakah ada aliran dana yang diterima Lili usai menjalin komunikasi dengan Syahrial.
“Kemudian siapa Fahri Aceh yang disebutkan Robin sebagai orang kepercayaan Lili, apakah ini kali pertama Lili menjalin komunikasi dengan pihak berperkara? ICW khawatir sebelumnya Lili sudah pernah melakukan praktik serupa terhadap perkara-perkara yang lain,” ujar Kurnia.
Ketiga, Dewan Pengawas KPK harus menjamin proses sidang etik yang kabarnya digelar pekan depan berjalan berjalan objektif. Sebab, selama ini penegakan etik oleh Dewan Pengawas terkesan tumpul ke atas dan tajam ke bawah.
“Jika kemudian dalam proses pemeriksaan Lili terbukti melanggar etik, ICW mendorong agar Dewan Pengawas menjatuhkan sanksi berat sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat (4) huruf b Peraturan Dewan Pengawas Nomor 2 Tahun 2020, yakni merekomendasikan agar Lili mengundurkan diri sebagai Pimpinan KPK,” papar Kurnia.
Keempat, Kepolisian juga mesti menerbitkan surat perintah penyelidikan atas dugaan pelanggaran Pasal 65 UU KPK terkait larangan Pimpinan KPK mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan pihak berperkara.
“Jika kemudian delik ini terbukti, Lili pun dapat dijatuhi hukuman lima tahun penjara,” cetus Kurnia.
Kurnia memandang, tindakan yang dilakukan Lili Pintauli Siregar ini semakin membuktikan betapa bobroknya integritas KPK sejak dipimpin oleh Firli Bahuri. Bisa dibayangkan, hampir seluruh pelanggaran telah dilakukan oleh Pimpinan KPK, mulai dari etik Firli dan kemungkinan Lili, kemudian dilanjutkan dengan rentetan maladministrasi, penyalahgunaan wewenang, dan hak asasi manusia dalam penyelenggaraan Tes Wawasan Kebangsaan.
“Tidak hanya itu, belakangan waktu terakhir masyarakat pun enggan untuk menaruh kepercayaan lagi kepada KPK. Dengan ini semua, maka seluruh Pimpinan KPK tanpa terkecuali terbukti sukses mengobrak-abrik KPK,” cetus Kurnia.
Baca Juga: Ini Sanksi Pidana Bagi Pelanggar PPKM Darurat
Komunikasi Lili dengan Syahrial terungkap dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor Medan.
Dewan Pengawas Dewas KPK mengklaim, mengedepankan prinsip zero tolerance terhadap setiap insan KPK yang diduga melakukan pelanggaran etik, tak terkecuali kepada Pimpinan KPK. Anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris mengatakan, pihaknya tak segan menjatuhkan sanksi kepada setiap insan KPK apabila terbukti melanggar etik.
“Sejak awal Dewan Pengawas KPK berkomitmen menegakkan prinsip zero toleransi untuk pelanggar kode etik KPK. Siapapun insan KPK, entah pegawai, pimpinan, atau bahkan anggota Dewas sendiri bisa dikenai pasal etik,” tegas Haris dikonfirmasi, Selasa (27/7).
Peneliti senior LIPI ini mengungkapkan, dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Lili Pintauli hingga kini masih berproses pada Dewas KPK.
“Dugaan pelanggaran kode etik oleh salah satu pimpinan KPK tengah dalam proses di Dewas,” ucap Haris.
Komunikasi Syahrial dengan Lili terkait permintaan bantuan hukum oleh Syahrial kepada seseorang bernama Fahri Aceh. Bantuan hukum itu berkaitan dengan, penyelidikan kasus jual beli jabatan di Pemkot Tanjungbalai.