JawaPos.com–Unit Transfusi Darah (UTD) Palang Merah Indonesia (PMI) Jawa Timur menemukan beberapa kasus penipuan berkedok donor plasma konvalesen.
Edi Purwinarto, sekretaris PMI Jatim menjelaskan, baru-baru ini, pihaknya menemukan 1 kasus penipuan di Sidoarjo. ”Ada yang menawarkan 1 kantong darah plasma konvalesen seharga Rp 20 juta. Itu kan mahal sekali. Harga aslinya cuma 2.250.000 rupiah per kantong,” beber Edi pada Rabu (28/7).
Kronologi kasus itu bermula ketika keluarga pasien menyebarkan informasi kebutuhan donor plasma konvalesen di sosial media. Kemudian, seorang calo menawarkan kantong plasma konvalesen dengan mematok harga tinggi.
”Kami nggak tahu kelanjutan kasusnya karena yang bersangkutan enggan bercerita. Kami imbau bagi keluarga pasien untuk jangan terburu-buru mencari plasma konvalesen,” ujar Edi.
Hal yang sama diungkapkan Tri Siswanto, Wakil Ketua UTD PMI Surabaya. Dia mengungkapkan, kantor PMI di Jalan Embong Sawo pernah didatangi sejumlah polisi.
”Ketika butuh darah, jangan tinggalkan hubungan dengan UTD PMI. Jangan langsung berhubungan dengan pendonor. Ini jadi ajang bisnis. Jadi menyimpang. Ada laporan penipuan. Sudah ditransfer ternyata pendonor plasma konvalesennya nggak ada. Ke RS lalu UTD. Kemarin informasi dari Sidoarjo,” beber Tri.
Salah satu calon korban para calo plasma konvalesen adalah Karina Kusuma Halim. Ketika dia membutuhkan donor PK, dia mendapatkan telepon dari nomor tak dikenal.
”Terus dia menawarkan kantong plasma konvalesen. Tapi satu kantong harganya sekitar Rp 5 juta. Kalau aku segera transfer, katanya kantong akan segera dikirimkan,” terang Karina.
Bila uang segera ditrasnfer, perempuan tidak dikenal itu berjanji mengirimkan kantong plasma konvalesen keesokan harinya. Perempuan itu juga sempat mengklaim bahwa dia telah membantu banyak orang yang membutuhkan plasma konvalesen.
”Katanya, dia pernah bantu banyak warga dari Banyuwangi, Jember, dan Ponorogo,” ujar Karina menirukan omongan perempuan itu.
Untungnya, Karin tidak serta merta mempercayai janji manis perempuan tak dikenal itu. Sebab, dia berdiskusi dengan PMI dan pihak rumah sakit. Dia memahami bahwa harga 1 kantong plasma tidak dibanderol semahal itu.
”Lalu aku nggak menghubungi dia lagi dan fokus mencari pendonor. Kalau sudah dapat pendonor, aku dan calon pendonor itu baru akan ke PMI untuk skrining. Soalnya setahuku, kantong plasma nggak bisa didapat semudah itu. Skriningnya aja susah. Masa langsung dapat kantong plasma?” tutur Karina.
Belajar dari pengalamannya yang hampir tertipu, Karina berpesan pada seluruh pasien atau keluarga pasien Covid-19 untuk tidak terburu-buru ketika sedang mencari treatment plasma konvalesen.
”Hubungi PMI dan pihak rumah sakit terlebih dahulu. Jangan sampai langsung transfer tanpa pendampingan dari tenaga kesehatan biar nggak tertipu,” ujar Karina.