JawaPos.com – Kasus pencabulan yang diduga dilakukan oknum guru ngaji berinisial A hingga saat ini masih sampai pada tahap penyidikan. Hingga Jumat (30/7) berkas perkaranya belum masuk ke kejaksaan. Tahap pra penuntutan belum berjalan.

Pelimpahan berkas perkara pertama belum terlaksana. Kasipidum Kejari Sidoarjo Gatot Haryono mengatakan, pihaknya baru menerima surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) dari kepolisian terkait kasus yang mencuat bulan lalu itu.

’’Berdasar surat tersebut, kami telah melakukan penunjukan jaksa penuntut umum (JPU). Ada dua jaksa yang menangani perkara itu,’’ kata Gatot. Perlu waktu yang cukup untuk menuntaskan penyidikan kasus yang terungkap pada bulan lalu itu. Sebab, korban tindak asusila tersebut tidak hanya seorang, tapi 20 orang.

Banyaknya korban pencabulan itu menambah panjang daftar korban kekerasan di Kota Delta. Baik dialami anak-anak maupun perempuan. Tiap tahun korban kekerasan mencapai ratusan. Tahun ini, selama enam bulan unit pelayanan teknis daerah perlindungan perempuan dan anak (UPTD PPA) menerima pengaduan dan pendampingan korban kekerasan sebanyak 75 orang.

Tahun-tahun sebelumnya, korban paling banyak melapor dan mendapat pendampingan adalah mereka yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). ’’Sementara ini kasus pendampingan korban KDRT tidak lagi mendominasi. Justru yang banyak adalah korban pencabulan,’’ kata Kepala UPTD PPA Sidoarjo Prastiwi Trijanti. Jumlahnya mencapai 27 orang.

Sebagian besar korban masih anak-anak. Bukan hanya perempuan, melainkan juga laki-laki. Bahkan, kali ini justru korban terbanyak kasus pencabulan adalah anak laki-laki. Mereka merupakan korban dalam kasus pencabulan yang dilakukan guru mengaji.

Untuk kasus KDRT, meski tidak lagi mendominasi, angkanya juga masih tinggi. Selama Januari hingga Juni, ada 20 korban yang melapor mengalami KDRT. Salah satu faktor pemicu terjadinya kekerasan adalah masalah ekonomi.

Pada masa pandemi saat ini, banyak orang tua atau kepala keluarga yang terpaksa tidak lagi bekerja. Akibatnya, mereka kesulitan untuk mencukupi biaya hidup sehari-hari. Akhirnya terjadi keributan dan pertengkaran di dalam rumah tangga hingga berujung pada tindak kekerasan. ’’Korbannya sering kali para perempuan dan anak. Tidak hanya mengalami kekerasan fisik, tapi juga bersifat psikis,’’ lanjut Prastiwi.

Bahkan, para pelaku kekerasan paling banyak ditemui selama ini adalah orang-orang yang paling dekat dengan para korban. Mulai keluarga, tetangga, hingga pengasuh atau pendidik anak-anak. Orang yang selama ini dikenal para korban perempuan maupun anak-anak.

’’Pelaku kasus pencabulan sering kali justru orang yang sudah kenal baik dengan korban. Bahkan, ada orang tua kandung atau tiri yang mencabuli anaknya sendiri,’’ ujar Koordinator Advokasi dan Litigasi UPTD PPA Sidoarjo Vira Meyrawati Raminta. Para korban tidak berdaya karena pelaku menggunakan kekerasan dan ancaman saat melakukan aksinya.

 

By admin