Konawe, beritaterkini – Ketua DPC Projo Konawe menyoroti kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) pendampingan desa yang fokus pada program ketahanan pangan (Ketapang) yang diikuti 143 desa diduga Ilegal.
Meskipun itu pemerintah pusat secara tegas mewajibkan alokasi dana desa minimal 20 persen dari total Dana Desa untuk program ketahanan pangan ini sebagaimana pada Permendesa no. 2 tahun 2024.
Acara ini diselenggarakan di hotel Claro Kendari selama 3 hari yang dimulai pada Hari Jum’at, 11 April 2025 dan akan berakhir besok Minggu 13 April 2025.
Menurut Ketua DPC Projo Konawe, Abiding Slamet, S.H mengatakan kegiatan Bimtek Ketapang yang digelar di Hotel Claro ini adalah Ilegal. Adapun regulasi ketahanan pangan ini yakni KEPMEN No.3 Tahun 2025 tentang Ketahanan Pangan terbit pada akhir Januari 2025. Sedangkan penetapan APBDes ditetapkan pada Bulan Desember Tahun 2024 lalu, mana mungkin terkait program Ketapang sudah bisa tertuang dalam APBDes, sedangkan payung hukumnya terbit nanti di Januari 2025.
“Kegiatan Bimtek Ketapang ini saya katakan ilegal, karena tidak ada didalam RKP maupun APBDes, yang ada di Nomenklatur APBDes adalah Pelatihan PARALEGAL Desa” tegas Abiding Slamet, SH yang juga berprofesi seorang Advokat.
Dan memang kegiatan Bimtek ini dilakukan tidak masuk didalam pembahasan pada saat musyawarah desa (Musdes). Sambungnya.
Abiding Slamet, SH juga menegaskan bahwa dirinya sebagai relawan utama Prabowo sangat mendukung program Asta Cita Prabowo yakni Program Ketahanan Pangan ini, tetapi harus sesuai dengan mekanisme atau regulasi yang ada.
Jika memang akan dilakukan Bimtek Ketahanan Pangan sesuai dengan Permen Desa PDT Nomor 3 Tahun 2025 memberikan panduan bagi desa dalam melaksanakan kegiatan ketahanan pangan dengan alokasi minimal 20 persen dari dana desa, maka harusnya dilaksanakan setelah pembahasan perubahan APBDes mendatang.
“Kegiatan ini kami duga dipaksakan dan terjadi kerjasama atau kongkalikong untuk mendapatkan keuntungan pribadi,” jelas Abiding Slamet.
Ironinya, pelaksanaan Bimbingan Teknis (Bimtek) yang digelar di Hotel Claro masing – masing desa diikuti sebanyak 3 peserta. Parahnya masing – masing peserta wajib membayar sebesar 4,5 juta rupiah.
“Bayangkan saja, 4,5 Juta dikali 423 peserta menghasilkan Rp.1.903.500.000,00. Dan infonya dari 291 Desa dikonawe ada 281 desa yg akan mengikuti Bimtek Ketapang. Meskipun itu tidak semua desa mengikuti bimbingan teknis karena kegiatan tersebut tidak masuk didalam APBDes, dan banyak juga desa terpaksa mengikuti kegiatan Bimtek ini karena terpaksa dan takut diperiksa oleh aparat penegak hukum,” ucap Abiding Slamet ketua Projo Konawe.
Lanjut dia, Kegiatan Bimtek ketahanan pangan ini berdasarkan Permen Desa seharusnya dilakukan secara swakelola dan tidak dilaksanakan di luar daerah apalagi melibatkan IO dalam hal ini PT. Putri Dewani Mandiri.
Untuk diketahui, kegiantan Bimtek tersebut menghadirkan beberapa narasumber yang berasal dari Kementerian Desa dan PDT, Kementerian Dalam Negeri, Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri), Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Provinsi Sulawesi Tenggara, Kejaksaan Negeri, hingga Inspektorat Kabupaten Konawe.
Terakhir, Abiding Slamet juga menegaskan dan menyampaikan bahwa dirinya akan melakukan langkah – langkah hukum selanjutnya, sehingga kegiatan seperti ini agar tidak dilakukan diluar daerah dan tidak dipaksakan. /sa
Red
Artikel Ratusan Kades di Konawe Mengikuti Bimtek Ketapang Diduga Ilegal dan Wajib Bayar 4,5 Juta Setiap Peserta pertama kali tampil pada Berita Terkini.