Surabaya sarat akan budaya dan sejarah. Namun, cerita tentang hal itu bakal garing bila dikemas dengan gaya penyampaian yang begitu-begitu saja. Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispusip) Surabaya pun menggelar lomba bercerita antar-organisasi perangkat daerah (OPD) di lingkungan Pemkot Surabaya.

GALIH ADI PRASETYO, Surabaya

’’AKU sekolah 40 tahun, ngerti aku guru bongso iku sopo. Cak Kartolo,’’ ujar salah satu pemain ludruk dari Dinas Pendidikan (Dispendik) Surabaya di atas panggung Balai Pemuda kemarin siang. Lontaran guyonan itu membuat penonton yang memenuhi tribun tertawa ngekel. Belum lagi, pemain yang sudah brengosen dan berumur tersebut mengenakan pakaian sekolah dasar lengkap.

Celetukan guyonan itu adalah bagian dari perlombaan yang digelar Dispusip Surabaya. Ya, semua OPD di lingkungan Pemkot Surabaya diminta untuk berpartisipasi dalam lomba Surabaya Bercerita. Materinya diambil dari ensiklopedia sejarah dan budaya Surabaya yang diterbitkan akhir 2022 lalu.

Tahap awal, setiap OPD harus membuat video tentang sejarah dan budaya. Total ada 63 video. Kemudian, disaring menjadi 10 besar. Nah, tim yang masuk10 besar itu harus pentas. ’’Ini upaya untuk menyampaikan cerita tentang sejarah dan budaya Surabaya dengan gaya komunikasi yang berbeda,’’ kata Kepala Dispusip Surabaya Mia Santi Dewi.

Kreativitas mereka pun diadu. Misalnya, Dirut RSUD dr Soewandhie Billy Daniel Mesakh yang berkostum ala Londo. Ditemani dua noni-noni Belanda nan ayu.

’’Aku iki wong NTT. Tapi, hari ini saya menjadi orang Belanda. Penjaga makam Peneleh,’’ kelakarnya.

Lain lagi Sekretaris Dewan Musdiq Ali Suhudi. Dia cosplay menjadi musisi Gombloh. Rambut gondrong sambil membopong gitar. Semakin lengkap dengan menyanyikan masterpiece musisi yang besar di Surabaya itu, Ku Gadaikan Cintaku.

’’Gombloh itu melahirkan banyak cerita, dialognya mudah diterima pendengarnya. Salah satunya lagu Lepen atau Lelucon Pendek yang syairnya kalau cinta melekat tahi kucing rasa cokelat,’’ ujar sosok Mas Jono, penggemar Gombloh yang diperankan Musdiq.

Gemerlap lampu panggung semakin memeriahkan acara siang itu. Belum lagi, setiap peserta boleh membawa suporter sebanyak-banyaknya. Nguri-uri budaya itu ternyata mampu menjadi sarana penyampaian program pemerintah dan sejarah metropolis.

Banyak yang menggabungkan unsur ludruk sambil storytelling di dalamnya. Juga membuat jula-juli. Yang penting, pesan bisa tersampaikan dengan mudah, orang awam pun tertarik melihatnya.

Dalam pertunjukan itu, peserta harus memasukkan unsur edukasi. Bagaimana program pelayanan pemkot berjalan. Agar gaya komunikasi pejabat lebih luwes, tidak kaku, dan bisa guyon dengan warga.

Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi yang kekel sepanjang acara itu meminta hal kreatif tersebut digaungkan. Salah satunya adalah untuk sosialisasi musrenbang bagi RT dan RW. Kalau cara formal bikin pusing, gaya ger-geran seperti itu akan mudah masuk ke pikiran.

’’Terus terang membuat saya terinspirasi. Kerjo nggak kudu menggunakan cara formal. Digawe ludruk ngene yo apik tibake,’’ ujarnya.

By admin