JawaPos.com – Kasus guru sebuah madrasah ibtidaiyah (MI) di Kecamatan Tambaksari yang dilaporkan mencabuli siswanya memasuki babak baru. AS, terlapor dalam perkara itu, ditangkap di rumah orang tuanya Kamis (23/2) petang.

Kanit PPA Polrestabes Surabaya AKP Wardi Waluyo membenarkannya saat dikonfirmasi kemarin (24/2). Hanya, dia menyebut yang terjadi bukan penangkapan. ’’Lebih tepatnya diamankan, statusnya kemarin (Kamis, Red) masih saksi,’’ ujarnya.

AS sengaja pergi ke rumah orang tua untuk bersembunyi sejak kasusnya mencuat. Dia meninggalkan rumah yang ditinggali bersama istri dan anak semata wayangnya Kamis (16/2) atau sehari setelah dipecat sekolah. Dia sadar akan dicari polisi.

Wardi menuturkan, pencarian terhadapnya dilakukan setelah penyidik mendapat cukup bukti. AS terdeteksi di rumah orang tuanya di wilayah Benowo. ’’Nggak ada perlawanan waktu kami jemput,’’ katanya.

AS sempat mengelak ketika menjalani pemeriksaan. Dia bersikukuh tidak pernah berbuat cabul kepada siswa. Namun, pengakuan itu berubah ketika penyidik membeberkan bukti yang didapat. ’’Ya, sudah ada pengakuan,’’ tutur Wardi.

Mantan Kanitreskrim Polsek Karang Pilang tersebut menyampaikan, status terlapor yang disandangnya kemudian diubah. AS dijadikan tersangka. Dia juga resmi ditahan kemarin karena ancaman hukumannya mencapai 15 tahun. ’’Pasal 82 UU Perlindungan Anak yang dipakai,’’ ucapnya.

Wardi menambahkan, total korban tersangka setelah dilakukan pendalaman adalah tujuh orang. Mereka semua siswa perempuan. ’’Informasi awal, ada delapan bahkan sepuluh korban. Tetapi, setelah kami pastikan, yang cukup bukti ada tujuh,’’ paparnya.

Menurut dia, setiap korban mengalami pencabulan di waktu berbeda. Namun, modus yang dialami sama. Mereka diajak bermain tebak-tebakan. ’’Jadi, dilakukan di lingkungan sekolah,’’ ungkapnya.

AS sebelumnya dilaporkan DB, salah satu wali murid tempatnya mengajar, ke Polrestabes Surabaya Kamis (15/2). Guru kelas IV itu dituding berbuat cabul terhadap anaknya. Menurut pelapor, tindakan bejat tersebut berkedok mempraktikkan pelajaran terkait indra perasa.

AS awalnya mengajak bermain teka-teki perihal pelajaran dengan melibatkan banyak siswa. Permainan memakai sistem eliminasi. Murid yang mampu menjawab bisa terus bermain. Hingga permainan menyisakan dua siswa. Mereka lantas diajak ke ruang kosong dan dicabuli.

Kuatkan Pendidikan Agama ke Pendidik

PERBUATAN cabul yang dilakukan oknum guru di sebuah madrasah ibtidaiyah (MI) di Surabaya Timur mencoreng dunia pendidikan metropolis. Aksi biadab itu menceng dari perilaku pendidik yang mestinya menjadi teladan para siswa.

Kepala Dinas Pendidikan (Kadispendik) Kota Surabaya Yusuf Masruh merasa sangat prihatin dengan insiden itu. Meski bukan otoritasnya karena pengelolaan madrasah berada di bawah kewenangan Kemenag Kota Surabaya, pihaknya tetap menyesalkan peristiwa yang terjadi di lingkungan sekolah itu. ’’Kami semua prihatin sekali,’’ kata Yusuf kemarin (24/2).

Dengan begitu, sudah sepantasnya oknum yang bersangkutan diberi sanksi tegas. Baik dari pihak sekolah tempat mengajar maupun aspek pidana oleh aparat kepolisian.

Dia menyampaikan, pendidikan karakter yang digalakkan pemkot sangat relevan dengan insiden tersebut. Salah satunya, menguatkan pendidikan agama. Selain kepada siswa, nilai-nilai agama harus ditanamkan lebih kuat lagi ke para guru. ’’Pendidik atau guru jangan berhenti belajar agama. Pendidikan agama adalah fondasi dalam membentuk karakter yang baik,’’ papar Yusuf.

Sejauh ini, Surabaya sudah mengembangkan program Sekolahe Arek Suroboyo (SAS). Dalam program itu, ditanamkan pendidikan karakter bahwa sekolah tidak hanya memberikan pelajaran formal, tapi juga mengasah mental dan karakter yang kuat. ’’Di antara sarananya lewat ilmu agama dan kegiatan kepramukaan,’’ papar Yusuf.

Untuk menghindari insiden yang bersifat asusila, Yusuf meminta guru memahami batasan dalam mengajar. Khususnya siswa kelas tinggi. Mulai jenjang SD untuk kelas IV, V, dan VI sampai SMP. Sebab, saat itu anak-anak mulai memasuki fase remaja. ’’Guru harus total dalam mengajar. Tapi, harus memahami batasan juga,’’ imbuhnya. Terutama yang bersifat sentuhan fisik. Itu dimaksudkan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

Sekolah Perlu Berbenah, Siapkan Satgas

KASUS pelecehan seksual di sekolah yang bermunculan membuat orang tua bergidik. Keamanan anak-anak di sekolah terancam oleh guru mereka sendiri. Pencegahan bisa dilakukan jika sekolah memiliki sistem dan satgas sendiri.

Peneliti Pusat Gender dan Anak Universitas Negeri Surabaya Putri Aisyiyah mengatakan, sekolah bisa memperhatikan beberapa hal dalam mencegah pelecehan seksual. Pertama, keamanan sekolah dari segi arsitektur. Ruangan-ruangan sekolah harus bisa dilihat dari luar. ”Jadi ada jendela, tidak ada ruang tertutup atau yang terhalang dari area luar. Ini bentuk kontrol ruangan,” jelasnya. Hal tersebut bisa meminimalkan adanya kekerasan seksual tersembunyi dan sulit dihentikan. Penerangan yang cukup juga harus tersedia di setiap ruangan.

Kedua, perlu adanya tim satgas dan sistem yang memadai. Putri mengatakan, pengetahuan terkait tindak kekerasan seksual belum dikuasai semua orang. ”Apalagi, bentuknya sangat beragam, mulai yang verbal hingga pemerkosaan dan bentuk eksploitasi seksual lainnya,” jelas anggota Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) Unesa 2022 itu.

Sekolah wajib membekali guru dan staf lewat pelatihan dan kursus tentang kekerasan seksual secara berkala. ”Di Singapura, kampus sudah mewajibkan pelatihan untuk mahasiswa, dosen, dan staf. Jika belum menjalani, mereka tidak bisa bergabung aktif di kampus,” tuturnya.

Sistem tersebut bisa diaplikasikan di lembaga pendidikan Indonesia. Bedanya, pelatihan serupa bisa diwajibkan untuk guru dan staf pada kalangan PAUD hingga SD.

Direktur Savy Amira Women’s Crisis Centre Siti Yunia Mazdafiah mengatakan, sekolah kini sudah terikat dengan aturan yang ada. Mereka wajib melakukan sosialisasi, pembelajaran, penguatan tata kelola, hingga penguatan budaya. Dalam Peraturan Menteri Agama No 73 Tahun 2022 tentang Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama, kewajiban itu sudah dicantumkan.

”Di Surabaya sendiri juga sudah ada surat edaran ke setiap sekolah. Ini bentuk follow-up Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015,” jabarnya. Namun, efektivitas surat edaran memang belum diuji. ”Beberapa sekolah yang saya tanyai belum memiliki sistemnya sendiri,” tambahnya saat dihubungi kemarin (24/2).

KABUR DARI RUMAH SETELAH DIPECAT SEKOLAH

– AS diadukan telah berbuat cabul terhadap siswa ke kepala sekolah oleh tiga wali murid Senin (13/2). Dia berkilah saat diklarifikasi. Dalihnya hanya mengajari siswa praktik indra perasa.

– Guru kelas IV itu dipecat sebagai guru dua hari berselang. AS dianggap terbukti berbuat asusila dari bukti yang ada.

– DB, salah satu wali murid, membawa masalah itu ke polisi. Dia membuat laporan ke Polrestabes Surabaya Kamis (15/2). AS kabur dari rumah pada hari yang sama.

– Keberadaannya terlacak Kamis (23/2). AS bersembunyi di rumah orang tuanya. Dia mengakui perbuatannya setelah sempat mengelak dalam pemeriksaan.

By admin