Pandemi, Anggaran Pakaian Dinas DPRD Kota Tangerang Malah Naik Dua Kali Lipat

Bahan pakaian jatah 50 anggota DPRD Kota Tangerang dilabeli merek-merek asal Prancis, Italia, Inggris, dan Australia. Memang tidak melanggar aturan, tapi dianggap tidak peka dan tidak patut.

RYANDI ZAHDOMO, Kota Tangerang-FOLLY AKBAR, Jakarta, Jawa Pos

JawaPos.com – Tidak sedikit hal yang bisa dilakukan dengan uang Rp 362,5 juta. Kata Adib Miftahul, pada masa sulit akibat pandemi Covid-19 ini, dana sebanyak itu dapat digunakan untuk stimulus ekonomi. Atau, dimanfaatkan untuk sektor yang berhubungan langsung dengan kebutuhan pokok masyarakat.

”Daripada anggaran di sektor busana yang hanya dinikmati segelintir orang dalam implementasi anggarannya,” kata pengamat kebijakan publik dari Universitas Islam Syekh Yusuf, Kota Tangerang, tersebut.

Dana Rp 362,5 juta itu merupakan kenaikan anggaran pengadaan bahan pakaian anggota DPRD Kota Tangerang pada tahun ini. Padahal, dalam pengadaan serupa pada 2020, anggarannya hanya Rp 312,5 juta.

Bagi Miftahul, tindakan itu memperlihatkan ketidakpekaan anggota DPRD Kota Tangerang saat ini. Mengingat, banyak warga di kota berpenduduk sekitar 3,2 juta jiwa tersebut yang kesusahan selama pandemi Covid-19 yang berkepanjangan ini. ”Saat rakyat khawatir dengan masalah perut, anggaran baju dinas wakil rakyat malah sebesar itu,” ujarnya.

Pengadaan baju dinas itu dilelangkan. Mengutip website https://lpse.tangerangkota.go.id/eproc4/lelang, ada empat perusahaan yang memberikan penawaran harga. Mereka adalah PT Sarana Karya Syaban dengan penawaran Rp 238.425.000, CV Putra Jaya Karta Rp 540 juta, CV Adhi Prima Sentosa Rp 675 juta, dan CV Zulfa Bintang Pratama Rp 671.250.000. Yang memenangi lelang tersebut adalah CV Adhi Prima Sentosa.

Sekretaris DPRD Kota Tangerang Agus Sugiono menuturkan, anggaran itu diperuntukkan 50 anggota DPRD Kota Tangerang. Setiap anggota akan mendapatkan lima setel pakaian. Perinciannya, 1 setel pakaian sipil lengkap (PSL), 1 setel pakaian sipil resmi (PSR), 1 setel pakaian sipil harian (PSH), dan 2 setel pakaian dinas harian (PDH). ”Jadi, total ada 250 setel. PSL kan lengkap dengan dasi dan jas. PSR itu yang ada pecinya,” jelasnya.

Jika dirata-rata, setiap setel bahan pakaian dihargai Rp 2,7 juta. Namun, Agus mengaku justru tidak memantau pelelangan tersebut. ”Ya, enggak tahu. Itu kan lelang. Harga penawarannya segitu di LPSE,” katanya.

Agus juga mengaku tidak mengetahui pasti spesifikasi bahan pakaian dewan tersebut. Yang pasti, kata dia, mengacu pada standar satuan harga (SSH) dari pemerintah.

Belakangan terungkap, jenis bahan baju yang digunakan para anggota dewan berasal dari merek ternama. Yakni, Louis Vuitton, Thomas Crown, Lanificio Di Calvino, dan Theodoro. Semuanya brand terkenal kelas dunia. Louis Vuitton adalah rumah mode asal Prancis yang sangat populer di penjuru dunia. Lanificio Di Calvino merupakan brand fashion ternama asal Italia. Thomas Crown dan Theodoro juga brand terkenal dari Inggris dan Australia.

”Louis Vuitton ini untuk yang PDH. PSR bermerek Lanificio Di Calvino. Untuk PSH, mereknya Theodoro. Terakhir, PSL bermerek Thomas Crown,” papar Pokja ULP Pengadaan Bahan Pakaian Setwan DPRD Kota Tangerang Hadi Sudibjo pada Senin (9/8).

Dan, Hadi memastikan spesifikasi bahan yang dilelang berasal dari pejabat pembuat komitmen (PPK). Yakni, sekretariat dewan. Pihaknya, kata Hadi, hanya bertugas mengadakan lelang. ”Yang jelas, dari PPK memohon kemari untuk ditenderkan,” katanya.

Jadi, bagaimana mungkin Agus tidak tahu? Dalam website LPSE tadi, terdapat pula lelang belanja ongkos jahit pakaian dewan tahun ini. Pagu yang dialokasikan mencapai Rp 600 juta. Jika dirata-rata, ongkos jahit satu setel pakaian dewan mencapai Rp 2,4 juta. Dan, jika dijumlahkan, anggaran bahan pakaian dewan dan ongkos jahit mencapai Rp 1,27 miliar. Agus belum dapat dimintai konfirmasi lagi terkait dengan biaya tersebut.

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) turut menyoroti besarnya penganggaran baju oleh DPRD Kota Tangerang tersebut. Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri Mochamad Ardian Noervianto menjelaskan, secara normatif, anggota DPRD memang berhak mendapatkan berbagai jenis pakaian. Itulah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017. Mulai pakaian sipil harian, pakaian sipil resmi, jas, pakaian dinas panjang, hingga pakaian berciri khas daerah. Namun, penganggaran tidak bisa serta-merta dilakukan.

”Dalam PP, ada prinsip dasar yang harus diperhatikan. Pertama menyangkut efisiensi, efektivitas, dan kepatutan,” ujarnya kepada Jawa Pos kemarin (10/8).

Nah, Ardian menilai, asas-asas tersebut tidak terlihat dalam kasus di Tangerang. Untuk asas kepatutan, misalnya, apakah patut pengadaan baju mewah dilakukan di tengah kondisi keuangan dan masyarakat yang mengalami kesulitan akibat pandemi.

Meski secara regulasi tidak melanggar, Ardian meminta DPRD Kota Tangerang memiliki kepekaan sosial. Kebiasaan di waktu dulu tidak bisa dilakukan dalam kondisi kriris. ”Di tengah kondisi ini, harus ada sense of crisis. Dinamika di Kota Tangerang, pakaian terlalu mahal,” tuturnya.

Mengutip data Pemkot Tangerang, jumlah kasus positif Covid-19 yang terkonfirmasi per kemarin sampai pukul 18.49 mencapai 27.890 kasus. Total, ada 412 korban meninggal akibat Covid-19.

Atas sorotan tajam pada tingginya anggaran pakaian di tengah masa sulit akibat pandemi itu, Ketua DPRD Kota Tangerang Gatot Wibowo menyatakan akan mengagendakan rapat terkait dengan polemik tersebut. ”Ya, makanya kami sedang jadwalkan sama temen-temen melalui koordinator bamus (badan musyawarah). Nanti kamu cek ke Pak (Koordinator Bamus) Turidi ya. Mau minta pendapat temen-teman lah terkait dengan masukan ini,” tegasnya saat dihubungi (5/8).

Dia mengaku tidak mengetahui pasti spesifikasi dan merek kain yang digunakan. Menurut Gatot, yang mengajukan pengadaan tersebut adalah sekretariat dewan (setwan) selaku organisasi perangkat daerah (OPD). ”Kalau di merek, biasanya dari OPD masing-masing, OPD kami kan setwan. Makanya, cek ke setwan. Untuk masalah teknis, kami mah nggak paham,” katanya.

Terkait dengan baju dinas, anggota dewan hanya bertugas memilih bahan, mengukur, dan menjahit pakaian. ”Baju itu kami cuma ngukur, milih bahan, cocok, terus ke penjahit. Uang ditransfer ke penjahit. Kami mah terima barang,” jelas Gatot yang mengaku belum menerima pakaian jatahnya.

Gatot menjelaskan, penentuan SSH bahan pakaian telah diatur dalam peraturan wali kota (perwali). Menurut Gatot, harga tersebut juga berlaku kepada anggota DPRD setiap daerah

Politikus PDIP itu pun membantah tudingan tidak adanya kepekaan anggota dewan di tengah krisis pandemi Covid-19. Menurut dia, DPRD telah merelakan beberapa program atau pengadaan untuk membantu masyarakat. Dia mencontohkan tidak jadinya pembangunan gedung baru DPRD dan dibatalkannya lelang mobil dinas pimpinan DPRD. ”Jangankan itu (baju), kendaraan roda empat aja kami batalkan, gedung DPRD aja kami batalkan,” tegasnya.

Terpisah, anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Tangerang Gunawan Dewantoro juga mengaku tidak mengetahui pasti anggaran tersebut. Dia malah meminta media mencari tahu ada tidaknya penggelembungan dana dari lelang tersebut. ”Karena saya dari banggar tidak tahu bahwa ada angka buat ongkos jahit atau di luar ongkos bahan,” katanya.

Kemendagri, kata Ardian, memang tidak akan melakukan evaluasi terkait dengan polemik baju dinas di DPRD Kota Tangerang. Namun, dia meminta DPRD Kota Tangerang dapat mengevaluasi rencana tersebut secara internal.

Dia menilai, pembelian boleh saja tetap dilakukan karena itu adalah hak. Namun, dengan standar harga yang lebih sesuai kondisi keuangan. ”Kita harus perhatikan betul kondisi di masyarakat,” tuturnya.

Selain memperhatikan harga, Ardian meminta tidak membeli produk luar negeri untuk pengadaan barang. Sebab, dalam situasi sekarang, produk-produk lokal Indonesia perlu mendapatkan support untuk survive di tengah pandemi.

Miftahul kukuh menganggap kenaikan hampir dua kali lipat anggaran pakaian dinas itu tidak patut. ”Saya hanya mau bertanya,’Apakah anggota DPRD Kota Tangerang masih punya hati pakai baju itu?” katanya.

By admin